Saturday, April 27, 2013

Habis gelap terbitlah gelap

Kakiku lemas, pinggangku sakit. Namun nyatanya aku sudah sampai di sebuah bookstore. Kejadian beberapa tahun yang lalu kembali terulang di masa kini. Entah tawa, entah takut, entah tolol, entah apa namanya.

Sudah biasa rasanya jikalau duduk di kelas 3 SMA membuatku lebih banyak berkegiatan dibanding biasanya. Sudah biasa rasanya membangkui bangkuku sebelum pukul 06:00, sudah biasa rasanya mengudap sarapan jam 10:00, sudah biasa rasanya mengunjungi bimbingan sepulang sekolah sampai jam 16:00. Dan lebih parahnya sudah biasa membolak-balik beratus-ratus lembaran buku. Bahkan beberapa kali mencari yang namanya X, yang notabene nggak pernah kemana-mana.

Alhasil penat penut cenat cenut badan ini rasanya, kasur kosan emang nggak seberapa nyaman  buat menghapuskan kehadiran penat penut ini makanya aku lebih mencari kenyamanan yang lain. Berkutat dengan angka nyatanya lebih membuatku nyaman, berkutat dengan ilmu matematika kata orang. Namun nyatanya sore itu ada hal yang membuatku gundah, hingga aku menunda perdebatanku dengan angka. Betapa gelap kamarku, sungguh ironis memang. Hal ini tentu saja membuatku harus rela meninggalkan bangku dan menegakkan badan, berjalan sekitar 800-an milimeter dan menjangkau colokan lampu. Maklum, di kamar untuk menghidupkan lampu tidak cukup hanya menekan saklar.

Kakiku lemas, Entah ingin tertawa, entah ketakutan, entah ketololan, entah apa namanya. Aku diam saja dalam kepanikan orang-orang dibawah sana. Jadi sebenarnya yang terjadi sebelum kelemasan kaki adalah :
Aku penasaran pada kabel colokan yang putus, yah ceritanya sih udah kek orang profesional gitu aku-nya. Kabel itu aku pegang sedemikan rupa sehingga jadilah kabel itu tersambung. Tentu saja aku bangga, dan karena segera ingin berdebat dengan sang angka aku segera mengembalikan kabel pada posisi semula, menyatu dengan stop kontak. Tak dinyana kabel menolak untuk bersatu hingga ujungnya yang berupa colokan huruf U terlempar disertai suara ledakan dan bau kabel terbakar. Jadilah seisi kosan jadi tambah gelap. Untung sangat beruntung ndak ada yang tahu bahwa dalang dari habis gelap terbitlah gelap itu adalah aku. Jadi ternyata aku ini sering melihat ayahku menyambung kabel, sumpah simpel banget cuman dipelintir aja tuh kabel terus jadi deh. Namun teoriku langsung runtuh hari itu juga.

Namun usut punya usut sebenarnya ada yang mengetahui kejadian itu. Ternyata di TKP pada waktu itu ada seseorang yang sedang berebah badan di kasur. Dan dia baru bercerita kepadaku setelah sekian waktu. Berpura-pura diam dan menahan tawa itu susah lama katanya sambil terus menertawa. 

Dan entah apa, sebelum aku pergi ke bookstore kejadian itu terulang lagi di kosanku pas udah kuliah. Jadi seisi kosan langsung pada menggelap karena emang udah gelap sebelumnya. Untungnya kali ini ketololanku tak ikut andil, cuman kecelakaan kecil aja.

0 comments:

Post a Comment